Sejumlah warga Israel di dekat perbatasan Jalur Gaza mengaku kecewa kepada pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Pejabat Partai Likud sayap kanan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Boaz Bismuth, sebelumnya pernah datang ke Sderot untuk melihat kondisi pasca serbuan Hamas.
"Kami akan mencarikan anggaran untuk segala sesuatu yang diperlukan untuk keamanan," kata Bismuth.Mempersenjatai masyarakat
Warga menilai pemerintah Netanyahu lambat melindungi dan mengevakuasi warganya dari serangan milisi Hamas.
Tentara yang ditempatkan di Sderot Israel selatan, Gil mengatakan bahwa penyerangan ini dilakukan oleh Iblis. Serangan ke Israel selatan yang terus terjadi dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir membuat penduduk terbiasa akan suara sirine peringatan bom atau tanda bahaya.
Dikutip dari AFP, pasukan bersenjata Hamas menyerbu Sderot dan daerah perbatasan lainnya yang menewaskan 1.400 orang dan menyandera 200 warga.
Kami hanya ingin keluar
Penduduk Kota Sderot pada Minggu (15/10) terlihat mulai meninggalkan kota menggunakan bus menuju ke daerah lain untuk menghindari serangan roket di Jalur Gaza, dilansir dari Associated Press.
Sderot sendiri merupakan kota yang dihuni lebih dari 34.000 penduduk dan terletak satu mil jauhnya dari Jalur Gaza, sehingga sering menjadi sasaran target bom.
Pemerintah Israel telah menawarkan bus ke hotel-hotel kota lain untuk menampung 30.000 penduduk Sderot, sedangkan 4.000 penduduk lainnya dilaporkan masih berdiam diri di kota tersebut.
Dilansir dari The Times of Israel, total terdapat 60.000 pengungsi yang ditargetkan pemerintah untuk meninggalkan rumah mereka, terutama penduduk Israel Utara dan wilayah yang berbatasan antara 4-7 kilometer dari Gaza.
Namun, masyarakat menilai tindakan pemerintah sangat lamban dalam menyelamatkan warganya.
Seorang warga Sderot, Shamilov, mengatakan bahwa warga tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Perjalanan ke kota lain membutuhkan waktu lebih dari tiga jam menggunakan jalur darat.
Pemerintah Israel telah menawarkan bus ke hotel-hotel kota lain untuk menampung 30.000 penduduk Sderot, sedangkan 4.000 penduduk lainnya dilaporkan masih berdiam diri di kota tersebut.
Dilansir dari The Times of Israel, total terdapat 60.000 pengungsi yang ditargetkan pemerintah untuk meninggalkan rumah mereka, terutama penduduk Israel Utara dan wilayah yang berbatasan antara 4-7 kilometer dari Gaza.
Namun, masyarakat menilai tindakan pemerintah sangat lamban dalam menyelamatkan warganya.
Seorang warga Sderot, Shamilov, mengatakan bahwa warga tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Perjalanan ke kota lain membutuhkan waktu lebih dari tiga jam menggunakan jalur darat.
Jurnalis yang ikut mengantarkan warga ke hotel di daerah Eliaf, Ravit Naor, mempertanyakan kinerja pemerintah yang tidak berbuat banyak untuk warganya.
"Relawan seperti sayalah yang membantu orang-orang pergi dengan mobil pribadi kami. Kita tidak perlu membayar untuk bensin, parkir," kata Naor.
Bantuan yang dikirimkan ke masyarakat Israel selatan juga jauh dari cukup.Warga bawa senjata api
Seorang pensiunan 70 tahun, Peter, datang dari Tel Aviv berkeliling membawa senapan dengan maksud untuk memantau, membantu, dan melindungi warga semampunya.Pejabat Partai Likud sayap kanan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Boaz Bismuth, sebelumnya pernah datang ke Sderot untuk melihat kondisi pasca serbuan Hamas.
"Kami akan mencarikan anggaran untuk segala sesuatu yang diperlukan untuk keamanan," kata Bismuth.Mempersenjatai masyarakat
Pasukan militer Israel tampaknya tidak mampu menyediakan perlindungan kepada seluruh masyarakat. Peran masyarakat sipil juga diperlukan untuk bisa saling melindungi dan menyerang balik lawan.
Ayelet Shmuel, direktur Pusat Ketahanan Internasional, mengatakan bahwa organisasinya siap menyalurkan bantuan kepada warga sipil Israel.
Sebelumnya, kepolisian Israel mengedarkan surat pemberitahuan akan mempersenjatai warga sipil mulai Senin (16/10).
Namun, hal yang dibutuhkan warga sebenarnya adalah tempat berlindung yang aman bagi keluarga mereka.
Salah satu kota di Israel, Ashkelon, memiliki jumlah kamp perlindungan yang jauh lebih sedikit dibandingkan Sderot.
"Kami tidak bisa terus seperti ini, (tapi) kami siap berbulan-bulan atau lebih. Mari kita akhiri ini dengan Hamas," ungkap salah satu penduduk Ashkelon.
sumber:CNN